TARAKAN, KORANBORNEO– Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tarakan menyampaikan keprihatinan serius terhadap dugaan hilangnya barang bukti narkotika jenis sabu seberat 12 kilogram di lingkungan Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Polda Kaltara).
Peristiwa ini dinilai GMKI menjadi pukulan telak terhadap kepercayaan publik untuk institusi penegak hukum terkhususnya kepolisian.
“Mencoreng komitmen negara dalam pemberantasan narkotika, khususnya di wilayah perbatasan,” ujar Ketua GMKI Cabang Tarakan, Michael Jama, pada Jumat (4/7/2025) melalui siaran pers.
Michael menegaskan, Kaltara sebagai daerah perbatasan sangat rentan dijadikan jalur masuk narkotika internasional. Ketika penegak hukum lokal justru lalai atau terlibat, maka menurutnya masyarakat kehilangan harapan terhadap keadilan.
Lebih lanjut ia pun menyinggung bahwa kasus ini tidak boleh dianggap sebagai peristiwa biasa atau sekadar ulah oknum. Hilangnya barang bukti sabu dari ruang tahanan Polda, yang kemudian disebut telah diganti dengan tawas , baginya menunjukkan terdapat indikasi serius penyimpanan sistematik dalam pengelolaan barang bukti.
“Maka GMKI Tarakan menyerukan agar Kapolda Kaltara menyampaikan kebenaran secara terbuka dan transparansi dalam upaya pemantauan kasus hilangnya sabu seberat 12 kg,” tambah Michael.
BPC GMKI Tarakan menyayangkan dugaan insiden tersebut dan merasa ironis apabila narkoba bisa hilang di tangan aparat yang seharusnya menegakan hukum.
“Yang terancam bukan hanya hukum maupun kepercayaan publik terhadap kepolisian, melainkan menghancurkan masa depan bangsa,” tergasnya.
Buntut keprihatinan GMKI, pemuda kelahiran Balikpapan ini menekankan bahwa dalam kurun waktu sepekan, apabila kasus ini tidak dapat diselesaikan pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi. “Sebagai bentuk kekecewaan kami terhadap Kapolda Kalimantan Utara dan dalam hal ini kami menuntut kapolda kaltara dicopot dari jabatannya,” sambung Michael.
“GMKI berdiri bersama masyarakat Kalimantan Utara dalam menuntut kebenaran dan keadilan atas insiden ini. Jangan sampai keheningan institusi menjadi tanda pembiaran. Karena ketika hukum bisa diperjualbelikan, maka masa depan bangsa sedang dalam bahaya,” tutup aktivis GMKI Tarakan itu.